Senin, 13 Agustus 2018

# adiksigameonline # adiksiinternet

Peranan Orangtua dalam Mengupayakan Kesembuhan Anak dari Adiksi Game Online

Sumber: electronicstakeback.com

 "91,58% anak usia SD sudah terpapar pornografi dan 65,34% anak usia 9 tahun sampai 19 tahun sudah memiliki smartphone"
Kita semua tahu gaya parenting jaman kekinian dirasa lebih menantang dibandingkan gaya parenting jaman doeloe. Orangtua kekinian dituntut harus mengikuti arus era sekarang, dimana semakin berkembangnya teknologi dan informasi sekaligus diimbangi dengan media digital yang beragam. Sehingga para orangtua harus lebih berhati-hati dalam menyeleksi konten internet. Jika tidak, para orangtua-lah yang akan 'kecolongan'.

Kasus kecolongan yang seringkali kita dengar adalah anak usia SD (sekolah dasar) sudah terpapar dengan konten pornografi. Berita yang tengah viral akhir-akhir ini saja sudah membuat para orangtua shock. Diberitakan bahwasannya ada anak SD yang menghamili pacar SMPnya! Bagaimana mungkin seusia anak SD mampu menyalurkan hasrat seksualnya jika tidak ada pencetusnya? Tidak lain dan tidak bukan adalah kebebasan pemberian gadget berinternet untuk anak. Dimana hal ini akan membuka lebar peluang anak terpapar pornografi.

Temuan mengejutkan dari Kementrian Kesehatan berdasarkan dari data pada akhir tahun 2017 yang dipublikasikan Maret 2018 menjelaskan bahwa 91,58% anak usia SD sudah terpapar pornografi. Selain itu, berdasar survei Kementrian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2017, sebesar 65,34% anak usia 9 tahun sampai 19 tahun sudah memiliki smartphone. Dari dua temuan ini saja sudah bisa kita tarik kesimpulan bahwa betapa mudahnya anak-anak usia dini dan usia sekolah terpapar pornografi karena mengakses internet melalui smartphone mereka

Mengapa angka temuan-temuan ini begitu mengejutkan? Penyebabnya adalah pembiaran orangtua terhadap anak-anaknya yang membebaskan mereka bermain gadget tanpa pengawasan dan juga sikap pasrah orangtua mengasuh si anak dengan hanya mengandalkan gadget. Biasanya orangtua akan memfasilitasi gadget berinternet kepada anak-anak mereka agar membuatnya diam atau sibuk. Padahal hal ini sama saja memberi peluang besar anak-anak terpapar pornografi.

Bagai setali tiga uang antara pornografi dengan game online, keduanya sama-sama merupakan penghias yang selalu wara-wiri di peranti gadget anak kita. Mengapa ada pornografi di gadget anak kita? Inilah cara licik para penjahat era digital yang dapat menyisipi konten yang berbau pornografi secara halus. Pernah pengalaman ketika saya hendak mendownload lagu anak-anak jadoel 'Abang Tukang Bakso'. Bukannya lagu anak-anak yang saya dapatkan, justru konten pornografi yang keluar. Dan itu tidak hanya 1 website, melainkan 4 website yang menyajikan konten dewasa tersebut. Inilah bukti bahwa penjahat era digital mampu menjebak anak-anak kita.

Selain terpapar bahaya pornografi, ada pula penyakit berbahaya yang mengintai karena penggunaan gadget yang terlalu intens. Per Desember 2017 kemarin telah disahkan adanya penyakit baru yakni Screen Dependencies Disorder (SDD). Peneliti Amerika menemukan aliran saraf seseorang yang terlalu sering berhubungan dengan gadget sama persis dengan pecandu narkoba. Dan ternyata penyakit SDD ini dapat memicu autisme dan speech delay. Bahkan yang mengagetkan lagi ada temuan beberapa anak yang didiagnosa autisme karena kecanduan gadget.

Jika SDD merupakan penyakit adiksi gadget, maka ada juga penyakit untuk adiksi game online yaitu Gaming Disorder. Badan kesehatan dunia atau WHO (World Health Organization) menetapkan penyakit Gaming Disorder ini sebagai salah satu gangguan mental yang digambarkan sebagai perilaku yang kukuh bermain game, sehingga mengesampingkan kebutuhan hidupnya. Gejala dari penyakit Gaming Disorder ini antara lain, pertama, bermain game terus menerus baik dari frekuensi, durasi maupun intensitas. Lalu perilaku kedua, selalu mengutamakan game dalam hidupnya, dan yang ketiga mereka akan tetap bermain game meskipun sudah tahu dampak negatifnya.
Games Bully | sumber : www.moregameslike.com
Dampak negatif dari bermain games secara terus-menerus dapat mengakibatkan anak kurang empati, tidak menghormati orangtua, anti sosial, tidak fokus belajar, tidak mau istirahat, lalai terhadap ibadah dan kesehatannya, pola makan terganggu dan malas sekolah. Adapun permainan yang mengandung kekerasan dapat membuat anak 'mati rasa' jika bermain games tersebut selama 20 menit. Seperti yang dilansir pada website Sahabat Keluarga terdapat 15 games yang mengandung konten kekerasan, antara lain :
  1. World of Warcraft
  2. Call of Duty
  3. Point Blank
  4. Cross Fire
  5. War Rock
  6. Counter Strike
  7. Mortal Kombat
  8. Future Cop
  9. Carmageddon
  10. Sheshock
  11. Raising Force
  12. Atlantica
  13. Conflict Vietnam
  14. Bully
  15. Grand Theft Auto

Belajarlah dari Pengalaman Orang Lain 

Orangtua, saya dan kakak.
"Cukup kami saja yang mengalami, anda jangan. Berat..."

Pepatah berkata; 'pengalaman adalah guru terbaik'. Apabila demikian, belajarlah dari pengalaman orang lain. Cukuplah orang lain yang merasakan pedihnya pengalaman-pengalaman buruk. Jangan sampai kita merasakannya juga. Hal ini juga berlaku pada pengalaman orangtua saya dalam menyembuhkan anaknya yang mengalami adiksi games online. Dimana perjuangan orangtua saya ini sangatlah berat dan panjang.

Berawal saat kakak saya berumur 3 tahun yang hobi jalan-jalan bersama geng bocah kecilnya. Tidak tanggung-tanggung, jarak tempuh jalan-jalannya cukup jauh. Dan orangtua saat itu tidak ada kekhawatiran sama sekali karena jaman doeloe tidak seseram jaman kekinian yang marak penculikan. Sampai pada suatu hari, kakak saya ini ketahuan oleh kondektur stasiun sekitar rumah yang melihat geng bocah kecil hampir naik kereta jurusan Jakarta. Kebetulan pak kondektur kenal Bapak, akhirnya pak kondektur memulangkan kakak. Entah apa jadinya jika geng bocah kecil ini benar-benar naik kereta jurusan Jakarta. Mungkin orangtua masing-masing tidak akan melihat anaknya lagi.

Setelah kejadian itu, Bapak berinisiatif memberikan konsol game terbaik di jaman doeloe. Dengan harapan supaya kakak saya tidak kabur-kaburan lagi dan betah di rumah. Dan agar permainan lebih seru lagi, kakak mengajak teman atau saudara sepupu lainnya datang ke rumah. Saya? Saya hanya bermain boneka saja. Karena saya pikir konsol game hanya untuk anak laki-laki.

Kakak saya termasuk anak yang cerdas karena di usia 5 tahun dia sudah bisa membaca. Oleh sebab kecerdasannya itu Ibu memasukkan kakak ke Sekolah Dasar (SD) saat usia 6 tahun. Untuk permainan konsol game sendiri sempat terhenti karena perantinya sudah rusak dimakan waktu, maklum saja karena ini barang elektronik.

Saat SMP, kakak saya terkadang bermain play station di penyewaan PS di pasar ataupun warung internet. Itupun sering curi-curi waktu dan uang jajannya dihabiskan untuk video game. Perilaku ini masih berlanjut sampai kakak SMA. Namun, untuk aktifitas belajarnya masih dapat terkontrol orangtua di rumah meski sering kedapatan berbohong demi video game.

Seperti yang saya bilang sebelumnya, kakak saya ini anaknya sangat cerdas sehingga untuk masuk perguruan tinggi negeri favorite-pun dapat dia tembus dengan mudahnya. Orangtua sangat bangga dengan pencapaian kakak saya ini, apalagi jurusan yang dia pilih adalah Elektronika dan Instrumen. Karena jarak rumah dengan tempat perguruan tinggi lumayan jauh bahkan beda provinsi, maka kakak harus menyewa kos-kosan. Nah disinilah memasuki titik terburuk dan terparah kakak saya kecanduan game, terutama game online. Jauh dari orangtua dan tanpa adanya pengawasan inilah yang menjadikan kakak saya lupa waktu, tidak mau kuliah, menghambur-hamburkan uang kuliah demi bermain game online di warung internet.

Bertahun-tahun selalu berbohong kepada orangtua perihal uang kuliah yang dipakai untuk memuaskan hasrat ngegame-nya. Meski sudah ketahuan dan mengaku ingin berubah, tetap saja berbohong demi game online. Suatu hari, Bapak pernah memutuskan mengontrak rumah untuk kami berdua dengan harapan saya bisa mengontrol kegiatan kakak. Tapi, kakak tetap keukeuh bermain game ke warnet pada malam hari ketika saya sudah terlelap dan pulang keesokan paginya. Yang otomatis membuatnya mengantuk di pagi hari dan enggan masuk kuliah. Begitulah siklus hidup yang terus-menerus kakak jalani selama bertahun-tahun.

Sampai pada akhirnya ketika kakak ingin kembali kuliah, banyak pelajaran yang tertinggal yang membuat jumlah SKS-nya tidak mencukupi untuk syarat pengajuan KKN. Sedangkan biaya kuliah sudah dibayar tetapi ternyata secara diam-diam pihak perguruan tinggi men-DO kakak. 

Kejadian ini otomatis membuat orangtua kami sedih sekaligus kecewa. Uang kuliah ratusan juta disia-siakan untuk kepentingan hasrat bermain game online. Tak hanya itu, kesedihan orangtua juga bertambah ketika melihat kakak saya seringkali mengutuk dan membodoh-bodohi diri sendiri akibat perbuatannya.

Upaya Orangtua dalam Menyembuhkan Adiksi Games Online 




Video diatas menjelaskan cara bagaimana kamp pelatihan gaya militer di China menyembuhkan anak-anak yang mengalami adiksi internet. Di dalam kamp itu tidak ada fasilitas gadget maupun internet. Pelatihnya adalah para tentara yang menggembleng anak-anak itu seperti melatih calon tentara. Orangtua sengaja menitipkan anak-anaknya supaya mereka sembuh dari adiksi game online dan kembali bersekolah menyelesaikan pendidikannya.

Perilaku para pecandunya mirip dengan apa yang kakak saya alami. Tidak mau sekolah, menghambur-hamburkan uang, berlama-lama di warung internet, anti sosial, dan lain-lain. Sehingga kakak merasa tertinggal dari teman-teman kuliahnya, timbullah perasaan terpuruk lalu selalu mengutuk diri sendiri.

Orangtua mana yang tidak sedih ketika melihat anaknya berada di titik terbawah dalam hidupnya? Ketika harapan untuk lulus dari perguruan tinggi negeri favorit harus pupus hanya karena game online? Upaya-upaya yang dilakukan orangtua kami tidak seperti video diatas. Orangtua kami memiliki caranya tersendiri dalam memainkan perannya supaya kakak dapat sembuh dari adiksi game online. 

Pertama, orangtua kami membawa kakak ke tempat hypnotherapi yang diharapkan dapat mengubah pola pikir dan hasrat candu yang berlebihan. Hypnotherapi ini dilakukan secara rutin supaya stimulus dan sugesti positif yang masuk ke otak dapat bekerja secara maksimal.

Kedua, berkonsultasi ke psikolog. Selain hypnotherapi, orangtua juga membawa kakak ke psikolog untuk berkonsultasi perihal apa yang membuat kakak tidak mau kuliah; mengapa menjadikan games online sebagai pelarian, dll. Hal yang mengejutkan dari hasil wawancara dengan psikolog ini adalah adanya trauma masa kecil yang menyebabkan kakak merasa tidak disayang dan kesepian. Ini salah satu yang menyebabkan kakak melampiaskan kesepian itu dengan bermain game online.

Ketiga, orangtua menjadi pendengar setia. Beberapa tahun belakangan, sering saya melihat Bapak dan kakak berbincang-bincang hingga larut malam berdiskusi tentang masalah perkuliahannya, teman-temannya, dll. Terkadang melalui cara seperti ini kakak bisa melupakan kebiasaannya bermain game online. Anak-anak yang sering bermain gadget atau game online biasanya anak-anak yang merasa kesepian. Jiwa-jiwa kesepian sepi itu seringkali melampiaskan kepada hiburan yang mudah ditemui yaitu melalui gadget.

Keempat, memberi kepercayaan kembali dan mendukung pilihan anak sepenuhnya. Setelah kakak di-DO dari kampusnya, bapak memberikan kesempatan untuk kakak berkuliah lagi di Universitas lainnya dan menantangnya dengan memberikan uang saku yang lebih sedikit. Bukan bermaksud pelit, tapi ini upaya untuk melatih kakak disiplin menggunakan uang saku.

Kelima, selalu menanamkan nilai-nilai agama. Dalam keadaan terpuruk seperti apapun, orangtua kami selalu mengingatkan supaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kita diberi masalah oleh Allah sesuai dengan kapasitas kita masing-masing, lalu kepada siapa lagi kita berserah diri meminta dipermudahkan? Dengan adanya masalah yang dihadapinya seperti ini, sekarang kakak lebih rajin beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Keenam, orangtua yang ridho. Seringkali saya mendengar ceramah yang berisikan "Ridho Allah tergantung pada ridho orangtua, dan murka Allah tergantung pada murka orangtua".
Yang artinya, setiap anak yang baik pasti membuat ridho orangtuanya dan yang pasti akan membuat Allah ridho juga. Tetapi setiap anak nakal pasti membuat orangtuanya murka yang pastinya akan membuat Allah murka. Untuk memutus siklus anak nakal, kuncinya ada pada orangtuanya. Seperti yang dilakukan orangtua saya yang tulus ridho menerima kelakuan nakal kakak, memaafkannya, merangkulnya, mendengar keluh kesahnya dan tak lupa untuk memaafkan serta melupakan kesalahan-kesalahannya.

Menurut kakak, hal yang paling berkesan dari segala upaya yang orangtua kami lakukan adalah sentuhan kasih sayang dari bapak. Sosok yang pastinya ditakuti anak laki-laki ketika melakukan kenakalan. Diceritakan bahwa ketika kakak sedang asyik bermain game online, tidak disangka ternyata bapak menyusul kakak ke warung internet. Begitu datang di tempat, bapak tidak langsung memarahi kakak di depan publik, tetapi merangkul kakak dengan lembut dan membujuk kakak untuk segera pulang. Semenjak itu kakak merasa malu, sangat menyesal dan bertekad ingin merubah kebiasaan nge-gamenya. Dan berjanji untuk meneruskan kuliahnya lagi.




Kini, hasil dari semua upaya yang orangtua kami lakukan tidak sia-sia. Kakak sekarang sudah berubah menjadi pribadi yang lebih terbuka, taat beribadah, suka bersosialisasi dengan banyak mengikuti organisasi di kampus, nilai mata kuliahnya rata-rata A. Bahkan sudah mengukir prestasi di Malaysia sebagai perwakilan dari kampusnya. Alhamdulillah.

Mengapa orangtua kami begitu bertekad menyembuhkan kakak dari adiksi game online? Sebab prinsip orangtua kami, pendidikan merupakan pilar terpenting dalam hidup. Orangtua tidak akan mewarisi harta melimpah, akan tetapi orangtua akan selalu mewarisi ilmu, akhlak mulia dan budi pekerti. Melalui tulisan blog ini, orangtua kami juga menitipkan pesan kepada para orangtua jaman kekinian agar tidak memasrahkan pengasuhan anak kepada gadget berintenet, serta jangan biarkan jiwa anak-anak kesepian tanpa kehadiran orangtuanya. Temani mereka bersama kehadiran anda dengan kualitas waktu dan kuantitas peran aktif pengasuhan orangtua.

Menerapkan Prinsip Dasar Digital Parenting


Sumber : @kemkominfo

Mengisolasi anak-anak dari gadget di era digital sekarang ini agaknya masih menjadi dilema. Apabila dilarang terlalu berlebihan bisa jadi si anak akan dikucilkan teman-temannya karena dianggap tidak update. Untuk menghindari hal semacam ini, orangtua jaman kekinian perlu mempelajari apa itu Digital Parenting.

Digital parenting atau pengasuhan digital adalah pola pengasuhan yang memberikan batasan-batasan yang jelas kepada anak apa saja yang boleh dan yang tidak boleh diakses dengan perangkat digital. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam digital parenting menurut Kementrian Komunikasi dan Informasi adalah:
  • Kritisi. Kritisi setiap konten digital yang anak temui. Pastikan aman untuk diakses anak-anak.
  • Diskusi. Berdiskusi dan beri pengertian tentang batas internet anak.
  • Batasi. Kapan, dimana, konten dan teknologi apa yang boleh dan tidak boleh diakses anak,
  • Patuhi. Sepakati aturan penggunaan dan konsisten dengan kesepakatan.
  • Nikmati. Gunakan bersama anak, temukan manfaat berinternet. 

Twitter @shbkeluarga




                 
Adapun cara aman berinternet di tengah keluarga menurut #SahabatKeluarga, diantaranya yaitu :
  • Jika di rumah ada anak usia 0-6 tahun, gunakan internet bersama dengan anggota keluarga lain yang lebih dewasa.
  • Pelajarilah sarana komunikasi dan kandungan informasi yang ditawarkan internet, bersama dengan anggota keluarga yang lain.
  • Berikan pengertian kepada seluruh anggota keluarga untuk tidak menanggapi/ menjawab setiap e-mail atau obrolan pribadi dari orang yang tak dikenal.
  • Ajarkan anak untuk segera meninggalkan situs yang tidak pantas atau yang membuat mereka tidak nyaman.
  • Pertegaslah kepada siapapun yang menggunakan internet di rumah untuk tidak memberikan data pribadi/ keluarga kepada orang yang tak dikenal.
  • Tegaskan kepada anak untuk tidak gegabah merencanakan pertemuan langsung dengan seseorang yang baru mereka kenal di internet.
  • Tempatkan komputer di tempat yang mudah diawasi.
  • Berilah batasan waktu untuk berinternet.
Tips tambahan dari saya, ada baiknya orangtua tidak mefasilitasi gadget untuk anak-anak sampai usia mereka memasuki sekolah SMP. Mengapa? Karena anak-anak masih belum memiliki daya nalar seperti orang dewasa. Belum mengerti baik buruknya sesuatu yang mereka unduh. Jika hanya untuk alasan komunikasi, sekarang ini sudah ada jam tangan khusus untuk anak-anak yang dapat tersambungkan ke smartphone orangtua. Bahkan memiliki fitur tracking lokasi anak, voice monitoring dan intercom atau semacam walkietalkie yang mana orangtua dapat mengirimkan pesan teks/ suara singkat. Jadi, anak-anak terbebas dari paparan pornografi.

Mengingat pernyataan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ibu Yohanna Yambise mengatakan jika anak kebanyakan menggunakan gadget dan medsos akan membuat daya nalar anak berkurang sehingga tidak bisa berpikir kritis dalam mengunduh serta selalu mengandalkan internet. Itulah mengapa beliau kini tengah mengkaji pembuatan kebijakan berkaitan dengan penggunaan gadget bagi anak. Yang nantinya akan mengatur penggunaan gadget bagi anak.

Ibu Yohanna | Sumber : Elshinta.com
Bahkan menurut Bu Yohanna, beliau mendapatkan pesan dari pendiri Microsoft dan Apple yang mengatakan bahaya penggunaan gadget dan medsos bagi anak. Mereka sangat melindungi anak-anaknya dari penggunaan gadget dan medsos, dan baru bisa menggunakannya saat berusia 14 tahun. Sama halnya dengan negara Korea Selatan, yang menetapkan aturan bagi anak-anak usia dibawah 16 tahun dilarang mengakses game online di antara tengah malam sampai jam 6 pagi. Di Jepang, pemerintah setempatnya akan memperingatkan kepada para pemain game online jika sudah melebihi batasan waktu yang ditentukan. 

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Indonesia sebagai salah satu negara pengguna internet terbesar ke-6 di dunia masih belum menerapkan konsep antisipasi untuk batasan waktu dan usia anak yang dapat mengakses internet atau game online.
Saya berharap semoga kedepannya Indonesia dapat mencontoh negara-negara yang memiliki konsep antisipasi seperti ini. Sehingga masa depan anak-anak dapat terselamatkan dari bahaya era digital demi terwujudnya pendidikan yang berkemajuan.

#SahabatKeluarga.





Reference:

https://twitter.com/ShbKeluarga
https://kriminologi.id/renata/anak/91-persen-siswa-sd-terpapar-pornografi-kpai-perketat-internet
https://www.republika.co.id/berita/trendtek/aplikasi/18/07/12/pbr3ed349-kemenppa-negara-harus-melawan-pornografi-anak?utm_source=dable
https://babyologist.com/blog/waspada-penyakit-terbaru-screen-dependencies-disorder-n2332
https://www.republika.co.id/berita/trendtek/internet/18/07/24/pcdde3335-kemen-pppa-kaji-formula-pembatasan-medsos-bagi-anak
http://makassar.tribunnews.com/2018/01/03/who-tetapkan-kecanduan-game-sebagai-gangguan-mental-jika-ingin-sembuh-butuh-satu-tahuno/
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/view&id=2499
https://tekno.kompas.com/read/2018/01/03/18460017/kecanduan-main-game-kini-masuk-kategori-gangguan-mental

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Follow Us @soratemplates